BAB I
PENDAHULUAN
Adat dalam kehidupan bersosial memiliki peran penting dalam segala
aspek, karena dalam adat ada prinspi dasar yang melekat dengan perkembangan
kehidupan masyarakat, sesuai dengan jamannya adat sering berubah-ubah
(tidak tetap) dikarenakan pengaruh-pengaruh moderen yang berkembang, bahakan
ada pula adat yang telah ditinggalkan karena sebagaian adat yang tidak cocok
dan tidak sesuai dengan logika serta bertentangan dengan prinspi dasar
pembentukan Adat tersebut, sehingga sangat diperlukan filter (Saringan) untuk
memilah-milah adat yang perlu dipertahankan dan ada pula yang tidak perlu untuk
dipertahankan.
Adat yang masih sesuai dengan prinsip dasar Islam haruslah dipertahankan
dalam proses keberlangsungan sosial, karena urgensi didalamnya mampu
melestarikan etnis-etnis (suku-suku) dengan konstan (terus menerus). Sejarah perkembangan jaman saat ini telah banyak membuktikan, adat
istiadat sebuah suku telah banyak hilang, misalnya suku Gayo, budaya tegur sapa
telah hilang, tegur sapa dalam artian mengingatkan anak orang lain sebagaimana
anak sendiri. Hal ini hampir tidak ada lagi di masyarakat, karena setiap
keluarga merasa takut untuk menegur anak saudaranya ketika melakukan kejahatan,
atau sesuatu yang dianggap ganjil, tidak berakhlakul karimah, yang mana dalam
budaya Gayo disebut sumang. Ada juga adat pernikahan, misalnya mah
kero opat ingi, munenes, keseluruhan adat itu hampir tidak ada lagi masa
ini. Hal yang menyebabkan ini terjadi karena adanya faktor intren
(dalam) suku itu sendiri, dan yang kedua faktor extren (luar) suku,
budaya asing yang telah banyak menggantikan adat istiadat setiap suku. Dan ini
tidak bisa dipungkiri. Namun demikian, sebagai orang yang mencintai tanah
kelahiran serta etnisnya, harus lah beruapaya menhhidupkan serta menggali
kembali mengenai suku yang tidak diketahui oleh masingt-masing kita serta
generasi yang akan datang.
Mengingat banyaknya adat yang hilang
maka sebagai warga pencinta adat haruslah berupaya untuk meningkatkan kesadaran
dalam menjaga dan membumikan adat istiadat diseluruh nusantara. Adanya perkembangan budaya dan adat modern yang disusupi oleh adat asing, maka adat yang ada akan tertinggal kebelakang karena pengaruh westernisasi
yang tidak mungkin bisa
dihindarkan. Dengan demikian lahirnya budaya adat yang baru haruslah
disesuaikan syari’at,
karena adat tanpa syari’at itu akan buta, artinya adat itu jahil. Tidak bisa dijadikan patokan
dalam mengamalkannya. Mengapa demikian karena banyak adat yang tidak sesuai
dengan tuntunan syari’at.
Dengan demikian, penulispun berupaya
untuk menyusun sebuah karya ilmia mengenai adat-adat orang Gayo yang menunjang
syari’at. adat adat jaman yang telah lama digali oleh orangtua dulu yang
sejalan dengan tuntunan syari’at, ternyata banyak dibangun sesuai tuntunan
agama. sehingga dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan beberapa hal
mengenai adat yang pondasinya adalah agama. Maka penulis mengambil sebuah judul
karya ilmiah ini “budaya adat sumang Gayo menunjang syaria’at”.
Adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana budaya adat sumang Gayo
menunjang syari’at?
Sedangkan tujuan dari pembahasan ini adalah untuk menjelaskan bagaimana budaya adat sumang Gayo menunjang
syari’at.
BAB II
ISI
A. Pengertian
a.
Suku Gayo
Gayo adalah nama sebuah etnis yang ada di
Indonesia dan merupakan salah satu suku tertua di Aceh. Suku bangsa Gayo mendiami dataran tinggi Gayo yang dalam bahasa Aceh
dinamakan Tanoh Gayo. Belakangan ini orang aceh mendiami wilayah Aceh Tengah, sebagian
wilayah Kabupaten Aceh Tenggara dan sebagian kecil wilayah Aceh Timur. Wilayah
Tanoh Gayo terletak di dataran tinggi pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian
400-2.600 meter diatas permukaan laut yang ditutupi oleh hutan-hutan tropis, Di
tengah-tengah wilyah itu terdapat Danau Laut Tawar dengan Kedalaman 200 meter
dan Luasnya 17,5 4,5 Km2.
Orang Gayo telah mendiami takengon sejak 4.400 dan
3.580 tahun yang lalu ini diambil berdasarkan temuan kerangka manusia yang ada
di Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang. Temuan ini menggambarkan kepada kita
bahwa dataran tinggi Gayo ini sudah ada penghuninya sejak ribuan tahun lalu.
Bahwa temuan kerangka manusia di situs loyang Mendale dan situs Loyang Ujung
Karang, maka Takengon sudah memiliki masa 4.400 dan 3.580 tahun yang lalu,
menggambrakkan kepada kita adanya kelompok manusia yang telah beraktivitas
aktif sekitar Danau laut Tawar.
Perkembangan masyarakat Gayo yang sangat pesat, menyebabkan banyaknyaragam
bahasa yang berbeda, serta corak adat-dan budaya yang berkembang sesuai tatanan
daerah yang mereka diami. dialek yang berbeda menurut kelompok etnis itu ialah,
Gayo Laut (Takengon), Gayo Serbejadi (Gayo
Seumamah) bahkan masih ada diantaranya Gayo Kalul, dan Gayo Lues (Gayo Belang).
b.
Pengertian Adat
Adat artinya Kebiasan yang dilakukan berulang-ulang
yang dianggap memiliki banyak manfaat. Karenadibiasakan, lama-lama menjadi
suatu kebutuhan, akhirnya menjadi aturan, persyaratan dan ketentuan.
Makna adat ialah kebiasaan yang berasal dari empat sumber yaitu Lazim,
Penah, Ramah, dan Biasa.
Lazim bermakana sesuatu yang musti terjadi,
misalnya musim hujan, musim kemarau, kematian, sakit, bencana.Misalnya hal yang
musti dalam adat Gayo adalah bila sudah musim hujan, para petani akan menggarap
sawah (mubelah, munyok, orom mudue), dan bila sudah kamarau maka biasanya sudah panen (munoling).
Aturan dalam bersawah memiliki pimpinan yang disebut dengan kejurun(orang
yang cerdik dalam ilmu pertaniaan).
Penah adalah sesuatu yang sering terjadi dalam
masyarakat dan itu dipandang baik, misalnya seperti adat sumang yang akan
penulis paparkan.
Ramahmaksudnya kedudukan seseorang ditentukan
oleh kemampuannya, yang cerdik akan
mengajar, sedang yang bodoh akan diajar.
Biasa ialah sesuatu yang biasa atau yang pernah
terjadi, seperti “mutik ruluh, bunge mala” artinya: putik jatuh, bunga
layu. Maksudnya kematian itu adalah hal
yang biasa dihadapi oleh setiap makhluk, karena kematian tidak memandang
bulu,anak-anak pun akan meninggal bukan hanya mereka yang sudah usia lanjut.
Dengan demikian adat
yang terlahir dari segala aspek tatanan kehidupan manusia tercermin dari apa
yang dialami mereka sendiri serta yang diyakini. “Kebiasaan adalah cara
menerapkan ilmu” ungkapan ini memberikan penegasan setiap yang sudah terbiasa
akan menjadi ilmu dan diamalkan oleh generasi selanjutnya maka itulah
terciptanya adat stiadat.
c.
Pengertian Sumang
Sumang adalah sesuatu yang bertentangan
dengan khidupan manusia dan tidak sesuai dengan tabiat. Sumang juga bermakna
peraturan yang berbentuk larangan dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan,
baik muda-mudi maupun orang dewasa yang bukan muhrimnya.Sumang
ini berkembang dari generasi ke generasi, namun sangat disayangkan pada
akhir-akhir ini, sumang ini sudah mulai memudar dikarenakan penggerak dan
pengambil kebijakan serta masyarakat tidak lagi mempedulikan sumang dalam
masyarakat.
d.
Pengertian Syari’at
Syari’at adalah Aturan yang menuntun setiap manusia
dalam menjalankan kehidupan, sebagai mana tercantum dalam sebuah ayat dalam
Al-Qur’an.
ثُمَّ
جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ
أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ ١٨
Artinya, “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti
hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”
Menurut Muhammad Ummar (2008:24) hukum Syari’at adalah Hukum Islam. Dengan
kata lain syari’at adalah sesuatu yang dikembangkan berdasarkan nas-nas
Al-Qur’an dan Hadist, bila sesuatu hukum tidak ada nasnya maka seyogiyanya itu
bertentangan dengan Hukum Islam itu sendiri.
B. Urginsi Adat terhadap Syari’at
Adat sangat erat kaitannya dengan syari’at, sebagimana dalam sebuah
kalimat “Edet mungenal, ukum mubeda” artinya, adat mengenal sesuatu
perbuatan, karena merupakan kebiasaan. Sementara syari’at membedakan diantara
yang hak (benar) dan yang batil (salah).
Dalam kalimat yang lain disebutkan “Agama ibarat empus, edet ibarat peger”
artinya agama itu adalah hal yang paling pokok, karena tanpa adanya agama
manusia bisa hancur tanpa prinsip, sementara adat adalah benteng yang yang
melestarikan agama.
Sehingga dengan syari’at yang berlaku maka setiap individu tidak
sewenang-wenangnya dalam menjalankan kehidupan. Karena setiap aturan yang telah
ada haruslah dijalankan dengan sebenar-benarnya karena setiap syari’at itu
mengandung hukum. Hukum syari’at adalah hukum yang diatur dan direncanakan, dan
dilaksanakan sesuai dengan prinsip dasar Agama Islam. Dalam pembuatannya
memiliki prisip dasar diantaranya adalah Al-Qur’an, Sunnah (Al-Hadist) ,
Ijtihad (Ijma’ dan Qiyas).
Hukum islam atau syari’at ialah segala ketentuan yang
ditetapkan dalam ajaran islam yang bersumber dari ayat Al-Qur’an, Hadist, ijma’
dan Qias. Seperti Menurut Muhammad Umar (2008), yang dimaksud Hukum Syari’at
adalah Hukum Islam.
C.
Kedukan Adat dalam Syari’at
Relevansi adat dan syri’at sangatlah erat
kaitannya, sebagai contoh: adat mengatur
tiga hukum yaitu Wajib, Warus (Harus), dan Mustahil. Sedangkan syari’at
menentukan lima jenis hukum yang lazim disebut dengan Al Ahkamul Khamzah (Hukum
yang Lima) yaitu wajib, atau fardhu, sunat, haram, makruh dan mubah.Sebagai
contoh dalam pemaknaan sebuah tamsilan, wajib bertempat, warus barang kapat,
dan mustahil nume gere ara, atau mustahil gere. Artinya yang
wajib harus dilakukan pada tempat dan waktunya, yang harus (warus)bisa
dilakukan kapan saja. Sementara mustahil wajib artinya sesuatu yang tak
terbantahkan maka harus dilakukan, bila tidak maka akan berdosa,,
D. Lahirnya Adat Sumang Penunjang Syari’at
1.
Lahirnya adat karena syari’at
Adat terlahir adanya syari’at,dalam segala aspek
kehidupan, kebiasaan tercipta dari unsur pengamalan religi yang dianut
oleh setiap etnis. Bila sebuah suku menganut ajaran Agama Islam,maka
lahirlah adat sesuai dengan manhaj (metodelogi) yang mereka yakini. Sesuaidengan
realita berkembang adat sering juga disangkut pautkan dengan hasil atau
pengaruh dari habitual yang dilakukan. Oleh karenanya Adat yang
berkembang memliki relevansi dengan Syariat. Syari’at yang berupa tuntunan
ajaran agama membentengi setiap kehidupan manusia, sehingga adat harus sesuai
dengan syari’at.
Contoh lahirnya adat melalui syari’at adalah mengenai Sumang.Sumang
dalam bahasa Gayo adalah sesuatu yang ganjil tidak sesuai dengan hati nurani
apabila dikerjakan pelaku akan merasa telah melakukan dosa, atau lebih
spesifiknya melanggar norma. Sedangkan menurut Melelatoa (1985), dalam konsep
bahasa Gayo dapat dikatakan, bahwa secara umum menurut etimologi, sumang mempunyai
makna, yaitu tidak seirama, berbeda, tidak cocok, tidak serasi, atau tidak
sesuai dengan adat.
Bila seseorang melakukan sesuatu yaang tidak wajar biasanya akan mempermalukan
diri serta keluarganya, bahkan masyarakat, mengenai sumang ini sering juga
disebut Tabu.
Sumang dalam adat Gayo misalnya dalam berkata-kata,
berjalan, dan duduk, ada bahasa yang santun yang menjadikan kalimat tersebut berupa
aturan (undang-undang) yang apabila dilanggar menjadi sebuah aib dan memalukukan.
Sumang dalam adat Gayo yang berbuny: “sumang perceraken, sumang
pelangkahen, sumang, pengonolen, orom sumang penengonen”. Artinya: Tabu
dalam Berkata-kata, Tabu dalam Berjalan, Tabu dalam Duduk, dan Tabu dalam
Penglihatan. Kata-kata sumang ini menurut penulis lahir dari aturan agama yang kemudian
menjadi kebiasaan dalam segala gerak. Adapun sumang dalam adat Gayo yang
berlandaskan syari’at itu ialah sebagai berikut:
a.
Sumang perceraken
Sumang perceraken (Perkataan yang Tabu), dalam bekata-kata
setiap manusia hendaknya memikirkan ribuan kali apa yang akan diucapkan, karena
setiap ucapan yang telah dikeluarkan menjadi hak publik. Maka landasan sumang
perceraken ini adalah.
يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ
ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ٧٠ يُصۡلِحۡ لَكُمۡ
أَعۡمَٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ
فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا ٧١
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
Termasuk
tutur dalam berucap kepada seseorang, diatur dalam sumang tersebut.
b.
Sumang
Pelangkahen
Sumang Pelangkahen, ialah sumang melakukan perjalanan dengan keangkuhan
dan kesombongan serta melakukannya sekehendak hati, maka bagi masyarakat Gayo,
bila melakukan perjalanan tidak hormat, mereka telah menyebarkan aib dirinya
serta keluarga kepada masyarakat, bahkan masyarakat juga malu dengan perilaku
ini. Ayat Al-Qur’an yang seirama dengan ini adalah sebagaiaman dalam Al-Qur’an
Allah SWT berfirman.
وَلَا
تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ
لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ ١٨وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن
صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ ١٩
“Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam
berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai”.
Sumang pelangkahen dalam adat Gayo sering dihadapkan kepada kehidupan
muda-mudiyang berjalan dihadapan orang yang lebih tua dari padanya dengan
hormat. Misalnya, saat berjalan di hadapan orangtua mereka mengulurkan tangan
kebawah, seperti hendak berjabat tangan, dan kepala mereka merunduk. Kemudian
ada juga sumang perlangkahen karena berkhalwat dengan yang bukan
mahramnya, karena bila seorang laki-laki dan perempuan berdua-duaan akan di khawatrirkan
melakukan perzinaan. Perzinaan adalah sesuatu yang telah Allah haramkan,
sebagaimana Firmnan-Nya:
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ
إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا.
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.
Sumangini dimaksud supaya manusia itu terhindar dari
perzinaan, pemerkosaan, dan pelecehan seksual, sehingga dengan demikian akan
terjaga nama baik keturunan.
c.
Sumang
Kenunulen,
Sumang Kenunulen adalah hal yang tabu bila dikerjakan saat duduk
dihadapan orang. Misalnya laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya duduk
bersama-sama. Aturan adat ini telah dilakukan oleh mayoritas orang Gayo, yang
apabila ada seorang laki-laki kedapatan sedang duduk berdua-duaan akan
ditangkap dan diserahkan kepada pemerintah setempat. Larang duduk dalam
Al-Qur’an ialah Firman Allah SWT.
وَإِذَا
رَأَيۡتَ ٱلَّذِينَ يَخُوضُونَ فِيٓ ءَايَٰتِنَا فَأَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ حَتَّىٰ
يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَلَا
تَقۡعُدۡ بَعۡدَ ٱلذِّكۡرَىٰ مَعَ ٱلۡقَوۡمِٱلظَّٰلِمِينَ.
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan
ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan
pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan
ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah
teringat (akan larangan itu)”
Larang duduk dalam ayat diatas bersifat umum, duduk bersama orang yang zalim, zalim artinya
menganiyaya. Sesorang yang melakukan kemaksiatan dalam keadaan duduk adalah
dosa, sehingga menurut penulis larang duduk dalam adat Gayo mencerminkan
seseorang supaya, memperhatikan dengan siapa ia duduk, dan apa manfaat saat ia
duduk, kemudian apakah tabu saat ia duduk, sehingga Sumang kekunulen akan
membentengi kehidupan masyarakat.
Sumang kekunulen juga berlaku bagi mereka yang sudah menikah serta
dalam keluarga, misalnya seorang suami atau istri orang lain masuk ke rumah
seseorang yang suami atau istrinya tidak ada dalam rumah tersebut, seseorang
menantu perempuan tinggal bersama mertuanya hal ini juga dianggap sumang.
d.
Sumang
Penengonen,
Sumang Penengonen adalah larang memandang kepada hal yang menimbulkan
kejahatan serta mengundang syahwat, bahkan bagi sesiapapun yang berjalan keluar
dari rumah hendaklah menjaga pandangan karena pandangan mampu menenteramkan
hati. Sumang Penengonen ini dalam agama sangatlah urgen karenanya
Allah SWT berfirman.
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ
يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٰلِكَ أَزۡكَىٰ
لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ ٣٠ وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ
يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡيَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ
جُيُوبِهِنَّۖ وَلَا يُبۡدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ
ءَابَآئِهِنَّ أَوۡ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَآئِهِنَّ أَوۡ
أَبۡنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِيٓ إِخۡوَٰنِهِنَّ أَوۡ
بَنِيٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَآئِهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ
غَيۡرِ أُوْلِي ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِٱلَّذِينَ لَمۡ
يَظۡهَرُواْ عَلَىٰ عَوۡرَٰتِ ٱلنِّسَآءِۖ وَلَا يَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ
لِيُعۡلَمَ مَا يُخۡفِينَ مِن زِينَتِهِنَّۚ وَتُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ٣١
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”
Dengan demikian, budaya adat sumang dalam masyarakat Gayo merupakan
suatu gagasan nilai yang diadopsi dari agama yang dianut oleh masyarak, bila
mereka beragama islam maka budaya yang berkembang sesuai dengan syari’at Allah,
dan sebaliknya bila mereka memiliki agama selain islam maka mereka akan
berpedoman keapada keyakinan agama mereka. Maka pelaksanaan adat sumang itu
mampu merealisasikan aturan Agama, walau sebagian masyarakat tidak mengetahui,
bahwa sebagian adat itu bersumber dari Al-Qur’an.
2.
Pembagian Adat
Menurut Mahmud Ibrahim, (2010), adat itu terbagi
kedalam 4 bagian.Pertama, adatullah yaitu adat Allah s.w.t. (edet ni
Tuhen) atau sunnatullah. Kedua, adat muhkamah adat yang bersumber dari
kebiasaan sejak lama berlaku dan dimusyawarahkan serta dirumuskan oleh para
pemimpin (raja) menjadi adat muhkamah atau adat yang wajib dilaksanakan. Ketiga,
adat Mutmainnah yaitu adat yang di hasilkan oleh pelaksanaan syari’at. Keempat,
adat jahiliyah yaitu adat kebodohan, tidak berilmu dan bertentangan dengan
ajaran agama.
SedangkanvMenurut Muahammad Umar (2008) Adat di Aceh
Terbagi kedalam 3 kelompok:
1.
Adat Tullah
Adat Tullah adalah suatu ketentuan atau
persyaratan/ aturan yang berdasarkan/bersumber dari Kitabullah (Al-Qur’an) dan
Hadits. Aturan tersebut tidak boleh berubah-ubah, harus di sosialisasikan/disyari’atkan
dalam masyarakat, pada hakikatnya adatullahitu merupakan unsur dari syari’at
islam.
2.
Adat Mahkamah
Adalah adat yang berdasarkan pengetahuan
Alam, seperti adat Bersawah, berkebun, berdagang, adat dalam segala aktifitas
manusia yang didasarkan pengetahuan-pengatuan turun menurun. Adat Mahakamah
yang ada di Aceh sering disebut Adat Meukuta Alamdiantaranya seperti
Adat Kerajaan (pemerintahan), Pemberian Gelar, Berpaikaian, Etika, Hareukat /
penghasilan.
3.
Adat Tunah
Adat Tunah dalam bahasa Indonesia adalah
sesuatu yang berkembang didalam masayarakat yang dengannya munculnya adat-adat
baru atau diadakan oleh seseorang secara pribadi untuk menggembirakan kelompok
keluarganya, kemudian diikuti oleh orang lain, dengan demikian dikuti oleh generasi
yang selanjutnya.
BAB III
KESIMPULAN
Budaya Gayo sudah berkembang sejak Orang Gayo telah
mendiami takengon sejak 4.400 dan 3.580 tahun yang lalu ini diambil berdasarkan
temuan kerangka manusia yang ada di Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang. Temuan
ini menggambarkan kepada kita bahwa didataran tinggi Gayo ini sudah ada
penghuninya sejak ribuan tahun lalu. Bahwa temuan kerangka manusia di situs
loyang Mendale dan situs Loyang Ujung Karang. Maka, Takengon berarti sudah
berusia 4.400 dan 3580 tahun yang lalu, menggambrakkan kepada corak kebudayaan
yang berkembang pasti akan diturunkan kepada generasi berikutnya. Adat istiadat
yang berkembang itu disesuaikan dengan kehidupan mereka. Namun seiring
perkembangan jaman, banyak budaya-budaya yang telah hilang, misalnya dalam
budaya sumang.
Sumang adalah salahsatu budaya yang harus
dilestarikan, karena sumang mengatur kehidupan berperilaku seseorang, sesaui
dengan tuntunan sunnah, perilaku yang baik adalah sebaik-baik akhlak yang
terpuji. Karenanya salah satu tugas Rasul diutus kepermukaan bumi ini adalah
untuk memperbaiki akhlak manusia.Maka
pelaksanaan adat sumang itu mampu merealisasikan aturan Agama, serta
menghidupkan sunnah-sunnah yang tersumbinyi dalam adat-istiadat Gayo. walau
sebagian masyarakat tidak mengetahui, bahwa sebagian adat itu bersumber dari
Al-Qur’an.
Semoga dengan adanya makalah ini, kita sebagai orang
yang memiliki satu suku dalam bangsa indonesia yaitu suku Gayo mampu
mempertahankan budaya atau adat istiadat kita dalam menunjang syari’at.
DAFTAR PUSTAKA
Comments
Post a Comment