Isra’ Mi’raz
Di dalam QS. Al-Isra':1 Allah
menjelaskan tentang isra':
"Maha
Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad SAW) pada
suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Perjalan Rasulullah Bersama Malaikat Jibril,
Mikail dan 1 Malaikat lainnya Pada malam
itu Nabi Muhammad SAW. sedang berbaring di antara dua orang yaitu paman beliau,
Hamzah dan sepupu beliau, Ja'far bin Abi Thalib yang sedang tidur di dekat
Kabah, tiba-tiba datang kepada beliau 3 orang lelaki yang ternyata adalah
malaikat Jibril dan Mika'il beserta seorang malaikat lain. Ketika itu Muhammad
terbangun oleh suara yang memanggilnya, "Hai orang yang sedang tidur,
bangunlah!" Dan ia pun terbangun, di hadapannya sudah berdiri Malaikat
Jibril.
Qatadah:
Telah mengisahi kami Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah ra, ia telah
berkata: Telah bersabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Ketika aku di
al-Bait (yaitu Baitullah atau Ka’bah) antara tidur dan jaga”, kemudian beliau
menyebutkan tentang seorang lelaki di antara dua orang lelaki. “Lalu
didatangkan kepadaku bejana dari emas yang dipenuhi dengan kebijaksanaan dan
keimanan. Kemudian aku dibedah dari tenggorokan hingga perut bagian bawah. Lalu
perutku dibasuh dengan Air Zam Zam, kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah)
dan keimanan. Dan didatangkan kepadaku binatang putih yang lebih kecil
dari kuda dan lebih besar dari baghal (peranakan kuda dan keledai), yaitu
Buraq. HR al-Bukhari (3207).
Hadis
riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Aku
didatangi Buraq. Lalu aku menunggangnya sampai ke Baitulmakdis. Aku mengikatnya
pada pintu mesjid yang biasa digunakan mengikat tunggangan oleh para nabi.
Kemudian aku masuk ke mesjid dan mengerjakan salat dua rakaat. Setelah aku
keluar, Jibril datang membawa bejana berisi arak dan bejana berisi susu. Aku
memilih susu, Jibril berkata: Engkau telah memilih fitrah. Lalu Jibril
membawaku naik ke langit. Ketika Jibril minta dibukakan, ada yang bertanya:
Siapakah engkau? Dijawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa yang bersamamu? Jibril
menjawab: Muhammad. Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jawab Jibril: Ya, ia telah
diutus. Lalu dibukakan bagi kami. Aku bertemu dengan Adam. Dia menyambutku dan
mendoakanku dengan kebaikan. Kemudian aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril
as. minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapakah engkau? Jawab Jibril: Jibril.
Ditanya lagi: Siapakah yang bersamamu? Jawabnya: Muhammad. Ditanya: Apakah ia
telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Pintu pun dibuka untuk kami. Aku
bertemu dengan Isa bin Maryam as. dan Yahya bin Zakaria as. Mereka berdua
menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit ketiga.
Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa engkau? Dijawab: Jibril.
Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad saw. jawabnya. Ditanyakan: Dia telah
diutus? Dia telah diutus, jawab Jibril. Pintu dibuka untuk kami. Aku bertemu Yusuf
as. Ternyata ia telah dikaruniai sebagian keindahan. Dia menyambutku dan
mendoakanku dengan kebaikan. Aku dibawa naik ke langit keempat. Jibril minta
dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa ini? Jibril menjawab: Jibril. Ditanya lagi:
Siapa bersamamu? Muhammad, jawab Jibril. Ditanya: Apakah ia telah diutus?
Jibril menjawab: Dia telah diutus. Kami pun dibukakan. Ternyata di sana ada Nabi
Idris as. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Allah Taala
berfirman Kami mengangkatnya pada tempat (martabat) yang tinggi. Aku dibawa
naik ke langit kelima. Jibril minta dibukakan. Ada yang bertanya: Siapa?
Dijawab: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Dijawab: Muhammad. Ditanya:
Apakah ia telah diutus? Dijawab: Dia telah diutus. Kami dibukakan. Di sana aku
bertemu Nabi Harun as. Dia menyambutku dan mendoakanku dengan kebaikan. Aku
dibawa naik ke langit keenam. Jibril as. minta dibukakan. Ada yang bertanya:
Siapa ini? Jawabnya: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Muhammad, jawab Jibril.
Ditanya: Apakah ia telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Kami dibukakan. Di
sana ada Nabi Musa as. Dia menyambut dan mendoakanku dengan kebaikan. Jibril
membawaku naik ke langit ketujuh. Jibril minta dibukakan. Lalu ada yang
bertanya: Siapa ini? Jawabnya: Jibril. Ditanya lagi: Siapa bersamamu? Jawabnya:
Muhammad. Ditanyakan: Apakah ia telah diutus? Jawabnya: Dia telah diutus. Kami
dibukakan. Ternyata di sana aku bertemu Nabi Ibrahim as. sedang menyandarkan
punggungnya pada Baitulmakmur. Ternyata setiap hari ada tujuh puluh ribu
malaikat masuk ke Baitulmakmur dan tidak kembali lagi ke sana. Kemudian aku
dibawa pergi ke Sidratulmuntaha yang dedaunannya seperti kuping-kuping gajah
dan buahnya sebesar tempayan. Ketika atas perintah Allah, Sidratulmuntaha
diselubungi berbagai macam keindahan, maka suasana menjadi berubah, sehingga
tak seorang pun di antara makhluk Allah mampu melukiskan keindahannya. Lalu
Allah memberikan wahyu kepadaku. Aku diwajibkan salat lima puluh kali dalam
sehari semalam. Tatkala turun dan bertemu Nabi saw. Musa as., ia bertanya: Apa
yang telah difardukan Tuhanmu kepada umatmu? Aku menjawab: Salat lima puluh
kali. Dia berkata: Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan, karena
umatmu tidak akan kuat melaksanakannya. Aku pernah mencobanya pada Bani Israel.
Aku pun kembali kepada Tuhanku dan berkata: Wahai Tuhanku, berilah keringanan
atas umatku. Lalu Allah mengurangi lima salat dariku. Aku kembali kepada Nabi
Musa as. dan aku katakan: Allah telah mengurangi lima waktu salat dariku. Dia
berkata: Umatmu masih tidak sanggup melaksanakan itu. Kembalilah kepada
Tuhanmu, mintalah keringanan lagi. Tak henti-hentinya aku bolak-balik antara
Tuhanku dan Nabi Musa as. sampai Allah berfirman: Hai Muhammad. Sesungguhnya
kefarduannya adalah lima waktu salat sehari semalam. Setiap salat mempunyai
nilai sepuluh. Dengan demikian, lima salat sama dengan lima puluh salat. Dan
barang siapa yang berniat untuk kebaikan, tetapi tidak melaksanakannya, maka
dicatat satu kebaikan baginya. Jika ia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh
kebaikan baginya. Sebaliknya barang siapa yang berniat jahat, tetapi tidak
melaksanakannya, maka tidak sesuatu pun dicatat. Kalau ia jadi mengerjakannya,
maka dicatat sebagai satu kejahatan. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa
as., lalu aku beritahukan padanya. Dia masih saja berkata: Kembalilah kepada
Tuhanmu, mintalah keringanan. Aku menyahut: Aku telah bolak-balik kepada Tuhan,
hingga aku merasa malu kepada-Nya. (Shahih Muslim No.234)
Teori Ilmuan Tentang Isra’ Mi’raz sebelum Abd 20 kita pakai teori Penciptaan
berdasarkan Hadist Rasulullah saw
HR Muslim. Allah Menciptakan Malaikat dari Cahaya dan Jin dari Api,
dan Manusia dari apa yang telah disipatkannya (Tanah)
Rasul Pergi dengan Buraq
(Cahaya) dan Malaikat tercipta dari cahaya juga. Kecepatan Cahaya 186.000 MIL atau Kecepatannya
adalah 300.000 Km/Detik ini sama halnya bila
jarak bumi dan Matahari 1000 km, maka
cahaya mathari mampu melaju 93.000.000 mil atau 8 menit mampu sampai dibumi
dengan cepat. ini karena Buraq adalah salah satu Makhluk Allah yang terbentuk
dari cahaya. sehingga secara logika sains kita saat ini. Rasul Mampu berangkat
ke Sidratul Muntaha bagai cepatnya kilat antara Bumi dan Sidrathul Muntaha. dan
keyakinan inilah yang harus diteguhkan dalam Hati kita sebagai mana Allah
nukilkan dalam firmannya :
Asajadah :5; dia mengatur urusan langit ke
bumi, kemudian urusan itu naik kepadanya dalam satu hari yang keadaannya 1000
tahun menurut perhitungannmu.
Al-Maarij : 4 : para Malaikat dan malaikat jibril Bolak balik
menghadap tuhannya dalam sehari setara
dengan 5000 tahun.
18.262.500 x Kecepatan Manusia atau bila 8 jam bolak balik dari sidra dan bumi
maka keeeptan malaikat berkecaptan 91.312.500 km/jam.
Dan teori Isra’ dan Mi’raj dapat di lihat dalam Al-qur’anul Karim Surah
Al Isra’ ayat 1 tentang Isra’ dan Mi’raznya Nabi dan
Surah An-Nazam ; 1-18 akhir perjalannanya
Qur’an surah An Nazam : 1-18
53:1] Demi bintang ketika terbenam.
53:3] dan tiadalah yang diucapkannya itu
(Al-Quraan) menurut kemauan hawa nafsunya.
[53:4] Ucapannya itu tiada lain hanyalah
wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
[53:5] yang diajarkan kepadanya oleh
(jibril) yang sangat kuat.
[53:6] yang mempunyai akal yang cerdas;
dan (jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli
[53:7] sedang dia berada di ufuk yang
tertinggi.
[53:8] Kemudian dia mendekat, lalu
bertambah dekat lagi.
[53:9] maka jadilah dia dekat (pada
Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi).
[53:10] Lalu dia menyampaikan kepada hambaNya (Muhammad) apa yang
telah Allah wahyukan
[53:11] Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya*.
* Menggambarkan turunnya wahyu yang
pertama di gua Hira (Melihat Malaikat Jibril)
[53:12] Maka apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya
tentang apa yang telah dilihatnya?
53:13] Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
*Maksudnya melihat Malaikat Jibril
(dgn wujud aslinya) saat isra mi’raj
[53:14] (yaitu) di Sidratil Muntaha*.
* Sidratul muntaha adalah tempat
yang paling tinggi diatas Langit ke 7
[53:15] Di dekatnya ada syurga tempat tinggal,
[53:16] (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha
diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
[53:17] Penglihatannya (muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.
[53:18] Sesungguhnya dia telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.
Keterangan
:
Isra’
Bukanlah Mimpi Telah menjadi ijma’ (konsensus)
para ulama salaf, khalaf, ahli hadits, ahli kalam, ahli tafsir dan ahli fiqh
bahwa Rasulullah di-isra’-kan dengan jasad dan ruhnya serta dalam keadaan sadar
(bukan mimpi). Inilah pendapat yang benar
menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, Jabir,
Anas ibn Malik, Umar ibn Khattab, Hudzaifah, Imam Ahmad ibn Hanbal, Imam
ath-Thabari dan yang lainnya.
Andaikata
peristiwa Isra’ tersebut hanyalah sekedar mimpi, maka orang-orang kafir Quraisy
tidak akan menentangnya dan peristiwa Isra’ tersebut tidak akan menjadi salah
satu mukjizat Rasulullah yang terbesar.
Mi’raj
Kemukjizatan Mi’raj telah dinash secara jelas dalam hadits shahih, seperti yang
diriwayatkan Imam Muslim. Adapun dalam al Qur’an tidak ada nash yang
menyebutkan lafazh “Mi’raj”. Namun ada ayat yang menjelaskan kejadian tersebut.
Firman Allah ta’ala:
|
[53:13] Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
|
|
[53:14] (yaitu) di Sidratil Muntaha
|
Mi’raj
adalah perjalanan yang dimulai dari Masjid al Aqsha hingga ke atas langit ke
tujuh dengan menaiki tangga yang terpaut di antara langit dan bumi, dengan anak
tangga yang terbuat dari emas dan perak. Kisah Mi’raj ini secara terperinci
diriwayatkan dalam hadits yang shahih riwayat Imam Muslim. Disebutkan dalam
hadits tersebut bahwa ketika Rasulullah bersama Jibril sampai pada langit yang
pertama, dibukalah pintu langit tersebut setelah terjadi percakapan antara
Jibril dan penjaga pintu. Hal ini terjadi setiap kali Rasulullah dan Jibril
hendak memasuki tiap-tiap langit yang tujuh. Di langit pertama, Rasulullah
bertemu dengan Nabi Adam, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa, di langit
ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris,
di langit kelima bertemu dengan Nabi Harun, di langit keenam bertemu dengan
Nabi Musa, di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim shallallahu ‘alayhim
wasallam.
Keajaiban-keajaiban
Mi’raj.
Ketika Rasulullah berada di suatu tempat yang berada di atas
(suatu tempat yang lebih tinggi dari langit ke tujuh), beliau diperlihatkan
oleh Allah beberapa keajaiban ciptaan-Nya. Antara lain:
1.
al
Bait al Ma’mur, yaitu rumah yang dimuliakan, yang berada di langit ke tujuh.
Setiap hari 70.000 malaikat masuk ke dalamnya lalu keluar dan tidak akan pernah
kembali lagi dan seterusnya.
2.
Sidrat
al Muntaha, yaitu sebuah pohon yang amat besar dan indah, tak seorangpun dari
makhluk yang dapat menyifatinya.
3.
Surga,
yaitu tempat kenikmatan yang disediakan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya yang
beriman. Surga berada di atas langit yang ke tujuh dan sekarang sudah ada.
Firman Allah ta’ala “Telah disediakan (surga) bagi orang-orang yang bertaqwa”.
(Q.S. Ali Imran : 133)
Di dalam surga Rasulullah juga melihat al Wildan al Mukhalladun, yaitu makhluk
yang diciptakan Allah untuk melayani penduduk surga. Mereka bukan Malaikat,
Jin, atau Manusia, mereka juga tidak punya bapak atau ibu. Rasulullah juga
melihat para bidadari. Jibril meminta Rasulullah untuk mengucap salam kepada
mereka, dan mereka menjawab: “Kami adalah wanita yang baik budi pekerti lagi
rupawan. Kami adalah istri orang-orang yang mulia”.
4.
‘Arsy,
yaitu makhluk Allah yang paling besar bentuknya (H.R. Ibn Hibban) dan makhluk
kedua yang diciptakan Allah setelah air (Q.S. Hud : 7). Imam al Bayhaqi
mengatakan : “Para ahli tafsir menyatakan bahwa ‘arsy adalah benda berbentuk
sarir (ranjang) yang diciptakan oleh Allah. Allah memerintahkan para malaikat
untuk menjunjungnya dan menjadikannya sebagai tempat ibadah mereka dengan
mengelilinginya dan mengagungkannya sebagaimana Ia menciptakan ka’bah di bumi
ini dan memerintahkan manusia untuk mengelilinginya ketika thawaf dan menghadap
ke arahnya di saat shalat” (lihat al Asma’ wa ash-shifat, hlm.497).
‘Arsy
bukanlah tempat bagi Allah, karena Allah tidak membutuhkan tempat. Sayyidina
‘Ali berkata: Maknanya:”Sesungguhnya Allah menciptakan ‘arsy untuk menunjukkan
kekuasaan-Nya, dan tidak menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya”. (Riwayat Ab Manshur al Baghdadi dalam al farq bayna al
firaq, hlm : 333).
Apakah
Tujuan Isra’ dan Mi’raj ?
Tujuan dan hikmah yang sebenarnya dari Isra’ dan Mi’raj
adalah memuliakan Rasulullah dan memperlihatkan kepadanya beberapa keajaiban
ciptaan Allah sesuai dengan firman Allah alam surat al Isra’: 1 di atas :
Maknanya: “Agar kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda kebesaran kami”.
serta mengagungkan beliau sebagai Nabi akhir zaman dan
sebaik-baik nabi di antara para nabi, sekaligus sebagai penguat hati beliau
dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang dilontarkan oleh orang kafir Quraisy
terlebih
setelah ditinggal mati oleh paman beliau Abu Thalib dan isteri beliau Khadijah.
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tujuan dari Isra’ dan Mi’raj
bukanlah bahwa Allah ada di arah atas, lalu Nabi naik ke atas untuk bertemu
dengan-Nya. Karena Allah ada tanpa tempat dan arah, dan tempat adalah
makhluk sedangkan Allah tidak membutuhkan kepada makhluk-Nya. Allah ta’ala
berfirman :
Allah tidak disifati dengan salah satu sifat makhluk-Nya
seperti berada di tempat, arah atas, di bawah dan lain-lain.
Juga
perkataan Imam ath-Thahawi :
“Allah
tidak diliputi oleh salah satu arah penjuru maupun enam arah penjuru (atas,
bawah, kanan, kiri, depan, belakang), tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi
oleh enam arah penjuru tersebut” (lihat al ‘Aqidah ath-Thahawiyyah karya al
Imam Abu Ja’far ath-Thahawi)
Hal ini merupakan ijma’ ulama Islam seluruhnya, maka barang siapa yang
berkeyakinan bahwa Allah bertempat dan berarah di atas atau semua arah maka ia
telah jatuh pada kekufuran. Wahyu yang diterima Rasulullah pada saat Isra’ dan
Mi’raj Dalam hadits shahih yang sangat panjang riwayat Imam Muslim, Rasulullah
menjelaskan mengenai peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Dalam hadits tersebut
diriwayatkan bahwa ketika Nabi berada di atas Sidratul Muntaha beliau mendengar
kalam Allah di antaranya berisi kewajiban sholat 50 kali dalam sehari semalam
bagi umatnya. Kemudian terjadilah dialog dengan Nabi Musa ‘alayhissalam bahasa
sebab kalam-Nya azali (ada tanpa permulaan). Pada malam yang mulia dan penuh
berkah itu Allah membuka hijab dari Rasulullah; hal yang dapat menghalanginya
dari mendengar kalam Allah yang azali. Allah memperdengarkan kalam- Nya
dengan Qudrah-Nya pada saat Rasulullah berada di suatu tempat di atas Sidratul
Muntaha ; suatu tempat yang tidak pernah dikotori dengan perbuatan maksiat dan
bukan tempat di mana Allah berada seperti dugaan sebagian orang sebab Allah ada
tanpa tempat. Kisah-kisah tidak berdasar
1. Tidak boleh berkeyakinan bahwa pada saat Mi’raj Allah mendekat kepada
Rasulullah sehingga jarak antara keduanya adalah dua hasta atau lebih dekat
lagi seperti anggapan sebagian orang. Yang benar adalah bahwa yang mendekat
kepada Rasulullah adalah Jibril, bukan Allah (baca tafsir surat an-Najm (53) :
8-9) sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari (W. 256 H) dan lainnya
dari as-Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anha. Karenanya buku yang berjudul
Mi’raj Ibnu Abbas dan Tanwir al Miqbas min tafsir Ibn Abbas (yang memuat
beberapa hal yang menyalahi syara’) mesti dijauhi. Kedua buku tersebut bukanlah
karya Ibnu Abbas, melainkan ada sebagian orang yang dengan
tanpa didukung dalil dan bukti yang kuat menyandarkan kepadanya.
2.
Kisah yang menyatakan bahwa ketika Jibril telah sampai pada suatu tempat
setelah Sidratul Muntaha kemudian berkata kepada Nabi : “Di sinilah seorang
kawan berpisah dengan kawan yang sangat dicintainya, seandainya aku terus naik
(ke atas) niscaya aku akan terbakar”. Ini adalah cerita dusta yang tidak
berdasar sama sekali.
3.
Kisah yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah pada saat Mi’raj telah sampai ke
atas langit ke tujuh di suatu tempat dimana beliau mendengar kalam Allah ta’ala
dan beliau berkata : at-Tahiyyatu lillah, lalu dijawab oleh Allah : as-Salamu
‘alayka ayyuha an-Nabiyyu Warahmatullahi Wabarakatuh. Riwayat ini meskipun
tertulis dalam beberapa kitab tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj dan
disampaikan oleh beberapa orang dalam ceramah-ceramah peringatan Isra’ dan
Mi’raj adalah kisah yang tidak Sahih (benar) karena pada malam Isra’ Mi’raj
shighat atau lafazh Tahiyyat belum disyari’atkan. Hanya sebagian rawi-rawi
pendusta saja yang meriwayatkan kisah tersebut. Kisah dusta ini telah
menyebardi banyak kalangan kaum muslimin maka harus dijelaskan hal yang
sebenarnya. Riwayat tentang bacaan Tasyahhud atau Tahiyyat yang benar adalah
sebagai berikut: Pada awalnya sebagian sahabat Rasulullah
sebelum disyari’atkan Shighat Tasyahhud, mereka mengucapkan dzikir atau bacaan
: ” السلام على الله ، السلام على جبريل ، السلام على
ميكائيل “ Lalu Rasulullah
melarang mereka mengatakan itu dan beliau mengatakan : ” إن الله هو السلام “ Maknanya
: “Allah itu adalah as-Salam –yang suci dari segala kekurangan- (jadi jangan
katakan : as-Salam ‘ala Allah)”. Kemudian Rasulullah mengajarkan kepada mereka
untuk mengatakan: ” السلام عليك أيها النبي ورحمة الله
وبركاته “ Mukjizat Isra’ dan
Mi’raj selain penuh dengan hikmah dan pelajaran juga merupakan ujian bagi
keimanan kita akan kekuasaan Allah ta’ala. Apakah kita termasuk orang yang
beriman dengan sebenarnya atau justru mendustakan peristiwa Isra’ dan Mi’raj
Nabi ini dengan dalih filsafat dan logika, Wallahu A’lam wa Ahkam.
Qur'an Surah Al Isra'
Qur’an surah An Nazam : 1-18
Assazadah : 5
Al Marij : 4
Keterangan
:
Isra’
Bukanlah Mimpi
Telah menjadi ijma’ (konsensus) para ulama salaf, khalaf, ahli hadits, ahli
kalam, ahli tafsir dan ahli fiqh bahwa Rasulullah di-isra’-kan dengan jasad dan
ruhnya serta dalam keadaan sadar (bukan mimpi). Inilah pendapat yang benar
menurut Ahlussunnah Wal Jama’ah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, Jabir,
Anas ibn Malik, Umar ibn Khattab, Hudzaifah, Imam Ahmad ibn Hanbal, Imam
ath-Thabari dan yang lainnya.
Andaikata
peristiwa Isra’ tersebut hanyalah sekedar mimpi, maka orang-orang kafir Quraisy
tidak akan menentangnya dan peristiwa Isra’ tersebut tidak akan menjadi salah
satu mukjizat Rasulullah yang terbesar.
Mi’raj
Kemukjizatan Mi’raj telah dinash secara jelas dalam hadits shahih, seperti yang
diriwayatkan Imam Muslim. Adapun dalam al Qur’an tidak ada nash yang
menyebutkan lafazh “Mi’raj”. Namun ada ayat yang menjelaskan kejadian tersebut.
Firman Allah ta’ala:
|
|
walaqad raaahu nazlatan
ukhraa
|
[53:13] Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain,
|
|
|
‘inda sidrati almuntahaa
|
[53:14] (yaitu) di Sidratil Muntaha
|
Mi’raj
adalah perjalanan yang dimulai dari Masjid al Aqsha hingga ke atas langit ke
tujuh dengan menaiki tangga yang terpaut di antara langit dan bumi, dengan anak
tangga yang terbuat dari emas dan perak. Kisah Mi’raj ini secara terperinci
diriwayatkan dalam hadits yang shahih riwayat Imam Muslim. Disebutkan dalam
hadits tersebut bahwa ketika Rasulullah bersama Jibril sampai pada langit yang
pertama, dibukalah pintu langit tersebut setelah terjadi percakapan antara
Jibril dan penjaga pintu. Hal ini terjadi setiap kali Rasulullah dan Jibril
hendak memasuki tiap-tiap langit yang tujuh. Di langit pertama, Rasulullah
bertemu dengan Nabi Adam, di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa, di langit
ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris,
di langit kelima bertemu dengan Nabi Harun, di langit keenam bertemu dengan
Nabi Musa, di langit ketujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim shallallahu ‘alayhim
wasallam.
Keajaiban-keajaiban
Mi’raj
Ketika Rasulullah berada di suatu tempat yang berada di atas (suatu tempat yang
lebih tinggi
dari langit ke tujuh), beliau diperlihatkan oleh Allah beberapa keajaiban
ciptaan-Nya. Antara lain :
1. al Bait al Ma’mur, yaitu rumah yang dimuliakan, yang berada di langit ke
tujuh. Setiap hari 70.000 malaikat masuk ke dalamnya lalu keluar dan tidak akan
pernah kembali lagi dan seterusnya.
2. Sidrat al Muntaha, yaitu sebuah pohon yang amat besar dan indah, tak
seorangpun dari makhluk yang dapat menyifatinya.
3.
Surga, yaitu tempat kenikmatan yang disediakan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya
yang beriman. Surga berada di atas langit yang ke tujuh dan sekarang sudah ada.
Firman Allah ta’ala :
( ( أعدت للمتقين ) (سورة ءال عمران : 133
Maknanya : “Telah disediakan (surga) bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Q.S. Ali
Imran : 133)
Di dalam surga Rasulullah juga melihat al Wildan al Mukhalladun, yaitu makhluk
yang diciptakan Allah untuk melayani penduduk surga. Mereka bukan Malaikat,
Jin, atau Manusia, mereka juga tidak punya bapak atau
ibu. Rasulullah juga melihat para bidadari. Jibril meminta Rasulullah untuk
mengucap salam
kepada mereka, dan mereka menjawab :
“Kami adalah wanita yang baik budi pekerti lagi rupawan. Kami adalah istri
orang-orang yang mulia”.
4. ‘Arsy, yaitu makhluk Allah yang paling besar bentuknya (H.R. Ibn Hibban)
dan makhluk kedua yang diciptakan Allah setelah air (Q.S. Hud : 7). Imam al
Bayhaqi mengatakan : “Para ahli tafsir menyatakan bahwa ‘arsy adalah benda
berbentuk sarir (ranjang) yang diciptakan oleh Allah. Allah memerintahkan para
malaikat untuk menjunjungnya dan menjadikannya sebagai tempat ibadah mereka
dengan mengelilinginya dan mengagungkannya sebagaimana Ia menciptakan ka’bah di
bumi ini dan memerintahkan manusia untuk mengelilinginya ketika thawaf dan
menghadap ke arahnya di saat shalat” (lihat al Asma’ wa ash-shifat, hlm.497).
‘Arsy
bukanlah tempat bagi Allah, karena Allah tidak membutuhkan tempat. Sayyidina
‘Ali berkata :
“إن الله خلق العرش إظهارا لقدرته ولم يتخذه مكانا
لذاته” رواه
أبو منصور البغدادي في الفرق بين الفرق
Maknanya:”Sesungguhnya Allah menciptakan ‘arsy untuk menunjukkan kekuasaan-Nya,
dan tidak menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya”. (Riwayat Abu Manshur al Baghdadi
dalam al farq bayna al firaq, hlm : 333)
Apakah
Tujuan Isra’ dan Mi’raj ?
Tujuan dan hikmah yang sebenarnya dari Isra’ dan Mi’raj adalah memuliakan
Rasulullah dan memperlihatkan kepadanya beberapa keajaiban ciptaan Allah sesuai
dengan firman Allah dalam surat al Isra’: 1 di atas :
( لنريه من آياتنا )
Maknanya: “Agar kami memperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
kebesaran kami”.
serta
mengagungkan beliau sebagai Nabi akhir zaman dan sebaik-baik nabi di antara
para nabi, sekaligus sebagai penguat hati beliau dalam menghadapi tantangan dan
cobaan yang dilontarkan oleh orang kafir Quraisy terlebih
setelah ditinggal mati oleh paman beliau Abu Thalib dan isteri beliau Khadijah.
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tujuan dari Isra’ dan Mi’raj
bukanlah bahwa Allah ada di arah atas, lalu Nabi naik ke atas untuk bertemu
dengan-Nya. Karena Allah ada tanpa tempat dan arah, dan tempat adalah
makhluk sedangkan Allah tidak membutuhkan kepada makhluk-Nya. Allah ta’ala
berfirman :
( ( فإن الله غني عن العالمين ) (سورة آل عمران : 97
Maknanya : “Maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak membutuhkan) dari alam
semesta”. (Q.S. Al Imran : 97)
Allah tidak disifati dengan salah satu sifat makhluk-Nya seperti berada di
tempat, arah atas, di bawah dan lain-lain.
Juga
perkataan Imam ath-Thahawi :
” لا تحويه الجهات الس ت كسائر المبتدعات “
“Allah tidak diliputi oleh salah satu arah penjuru maupun enam arah penjuru
(atas, bawah, kanan, kiri, depan, belakang), tidak seperti makhluk-Nya yang
diliputi oleh enam arah penjuru tersebut” (lihat al ‘Aqidah ath-Thahawiyyah
karya al Imam Abu Ja’far ath-Thahawi)
Hal ini merupakan ijma’ ulama Islam seluruhnya, maka barang siapa yang
berkeyakinan bahwa Allah bertempat dan berarah di atas atau semua arah maka ia
telah jatuh pada kekufuran. Wahyu yang diterima Rasulullah pada saat Isra’
dan Mi’raj Dalam hadits shahih yang sangat panjang riwayat Imam Muslim,
Rasulullah menjelaskan mengenai peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Dalam hadits
tersebut diriwayatkan bahwa ketika Nabi berada di atas Sidratul Muntaha beliau
mendengar kalam Allah di antaranya berisi kewajiban sholat 50 kali dalam sehari
semalam bagi umatnya. Kemudian
terjadilah dialog dengan Nabi Musa ‘alayhissalam bahasa sebab kalam-Nya azali
(ada tanpa permulaan). Pada malam yang mulia dan penuh berkah itu Allah membuka
hijab dari Rasulullah; hal yang dapat menghalanginya dari mendengar kalam Allah
yang azali. Allah memperdengarkan kalam- Nya dengan Qudrah-Nya pada saat
Rasulullah berada di suatu tempat di atas Sidratul Muntaha ; suatu tempat yang
tidak pernah dikotori dengan perbuatan maksiat dan bukan tempat di mana Allah
berada seperti dugaan sebagian orang sebab Allah ada tanpa tempat.
Kisah-kisah tidak berdasar
1. Tidak boleh berkeyakinan bahwa pada saat Mi’raj Allah mendekat kepada
Rasulullah sehingga jarak antara keduanya adalah dua hasta atau lebih dekat
lagi seperti anggapan sebagian orang. Yang benar adalah bahwa yang mendekat
kepada Rasulullah adalah Jibril, bukan Allah (baca tafsir surat an-Najm (53) :
8-9) sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al Bukhari (W. 256 H) dan lainnya
dari as-Sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anha. Karenanya buku yang berjudul
Mi’raj Ibnu Abbas dan Tanwir al Miqbas min tafsir Ibn Abbas (yang memuat
beberapa hal yang menyalahi syara’) mesti dijauhi. Kedua buku tersebut bukanlah
karya Ibnu Abbas, melainkan ada sebagian orang yang dengan
tanpa didukung dalil dan bukti yang kuat menyandarkan kepadanya.
2.
Kisah yang menyatakan bahwa ketika Jibril telah sampai pada suatu tempat
setelah Sidratul Muntaha kemudian berkata kepada Nabi : “Di sinilah seorang
kawan berpisah dengan kawan yang sangat dicintainya, seandainya aku terus naik
(ke atas) niscaya aku akan terbakar”. Ini adalah cerita dusta yang tidak
berdasar sama sekali. y
3.
Kisah yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah pada saat Mi’raj telah sampai ke
atas langit ke tujuh di suatu tempat dimana beliau mendengar kalam Allah ta’ala
dan beliau berkata : at-Tahiyyatu lillah, lalu dijawab oleh
Allah : as-Salamu ‘alayka ayyuha an-Nabiyyu Warahmatullahi Wabarakatuh. Riwayat
ini meskipun tertulis dalam beberapa kitab tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj
dan disampaikan oleh beberapa orang dalam ceramah-ceramah peringatan Isra’ dan
Mi’raj adalah kisah yang tidak Sahih (benar) karena pada malam Isra’ Mi’raj
shighat atau lafazh
Tahiyyat belum disyari’atkan. Hanya sebagian rawi-rawi pendusta saja yang
meriwayatkan kisah tersebut. Kisah dusta ini telah menyebardi banyak kalangan
kaum muslimin maka harus dijelaskan hal yang sebenarnya. Riwayat tentang bacaan
Tasyahhud atau Tahiyyat yang benar adalah sebagai berikut: Pada awalnya
sebagian sahabat Rasulullah
sebelum disyari’atkan Shighat Tasyahhud, mereka mengucapkan dzikir atau bacaan
: ” السلام على الله ، السلام على جبريل ، السلام على
ميكائيل “
Lalu Rasulullah melarang mereka mengatakan itu dan beliau mengatakan :
” إن الله هو السلام “
Maknanya : “Allah itu adalah as-Salam –yang suci dari segala kekurangan- (jadi
jangan katakan : as-Salam ‘ala Allah)”.
Kemudian
Rasulullah mengajarkan kepada mereka untuk mengatakan :
” السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته “
Mukjizat Isra’ dan Mi’raj selain penuh dengan hikmah dan pelajaran juga
merupakan ujian bagi keimanan kita akan kekuasaan Allah ta’ala. Apakah kita
termasuk orang yang beriman dengan sebenarnya atau justru mendustakan peristiwa
Isra’ dan Mi’raj Nabi ini dengan dalih filsafat dan logika, Wallahu A’lam wa
Ahkam.
Comments
Post a Comment